Pendidikan Simalakama | Karya : H. Rofi'ul Amin, S.Pd, M.Pd - MA Al Asyhar Sungonlegowo
News Update
Loading...

Minggu, 27 November 2022

Pendidikan Simalakama | Karya : H. Rofi'ul Amin, S.Pd, M.Pd

H. Rofi'ul Amin, S.Pd, M.Pd

PENDIDIKAN SIMALAKAMA

“Dari mana kamu Asep, jam segini kok baru datang” tanya pak Zaenal pada suatu hari, “Maaf pak masih baru bangun, tadi malam baru ngopi sama teman-teman” jawab Asep, “Berarti belum Sholat Shubuh?”, tanya pak Zaenal lagi, “Belum pak” jawab Asep lagi, “Yo wis situ sholat Shubuh dulu kemudian dilanjutkan sholat Dhuha”, perintah pak Zaenal.

“Kamu Alif, dari mana kok masih baru datang..?, kemarin juga gak masuk..?”, “A..A..A..Anu pak, kemarin baru dari nyambang ayah pak, di Tuban, tadi malam kelelahan jadi kesiangan bangun”, jawab Alif. “Mbok ya kalau nyambang orang tua itu tidak pas hari sekolah, hari libur gitu lo..”, saran Pak Zaenal, “Anu pak, ketepatan uang habis pak, jadi ya langsung berangkat pak”, jawab Alif, “Kamu itu Pancet wae”, sergah pak Zaenal.

“Terus kamu Fahmi, kemana saja kok jarang masuk sekolah?”, “Anu pak, kemarin itu ikut Manaqib di Masjid, kemarin lusa ada undangan banjari kemantenan, dan lusanya lagi ikut Al khidmah di Gresik, terus hari sebelumnya ikut setor udang…”, Jawab Fahmi bertubi-tubi, “Kamu ini niat sekolah apa tidak” tanya Pak Zaenal lagi, “Ya niat pak, Maaf pak, Mulai besok saya akan aktif masuk sekolah”, terang Fahmi, “Walah… Bosen Pak zaenal dengarnya, terus janji-janji tapi gak ada realisasi” bentak Pak zaenal, “Nggeh pak Maaf…”.

Sekelumit kisah tanya jawab di atas bukanlah isapan jempol ataupun cerita “Hoax”, tapi merupakan permasalahan klasik di banyak sekolah. Banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh sebagian besar sekolah, terutama sekolah-sekolah swasta biasa (maaf untuk selanjutnya akan penulis panggil: Swasta Pinggiran) menjadikan kendala tersendiri dalam peningkatan mutu pendidikan. Janganlah dibandingkan permasalahan antara sekolah Negeri dan sekolah swasta Faforit dengan Sekolah Swasta pinggiran tadi, kalau ingin meniru atau berharap bolehlah, tapi kalau harus membandingkan sepantasnya adalah dengan sekolah yang sepadan, atau mungkin satu tingkat di atasnya masih gak apa-apa.

Beberapa permasalahan yang banyak dihadapi oleh sekolah swasta pinggiran antara lain pertama adalah pembiayaan, mulai dari pengadaan sarana-prasarana, biaya operasional, maupun gaji guru dan karyawan, semua dalam keterbatasan, kalau tidak bisa dikatakan kekurangan. Mengapa hal ini terjadi, karena memang sebagian besar pembiayaan tersebut ditutup berasal dari sumbangan pembinaan pendidikan (SPP) siswa dan dana bantuan operasional sekolah (BOS), padahal kita maklum bersama kalau SPP siswa di sekolah pinggiran tidak bisa dijadikan andalan, beda sekali dengan di sekolah bonafide, dimana penerapan subsidi silang bagi yang kurang mampu berjalan dengan baik, banyak donatur tetap, jalinan alumni berjalan dengan baik, kalau di swasta pinggiran hal itu tidak berjalan, BOS seringkali diterima terlambat dan tidak penuh, atau bisa naik turun, sedangkan SPP masuknya tidak bisa optimal, banyak yang minta keringanan biaya, bayarnya ketika mau ujian, itupun tidak penuh, padahal program pendidikan harus bisa berjalan dengan baik dan gak bisa ditawar-tawar lagi, untungnya untuk guru-guru sertifikasi sudah dapat tunjangan dari pemerintah, kalau seandainya tidak, mungkin minat menjadi guru disekolah swasta pinggiran akan musnah.

Kedua, permasalahan yang banyak dihadapi adalah kedisiplinan siswanya. Di banyak sekolah pinggiran kemungkinan sekitar 20 prosen siswanya kurang disiplin, disiplin masuk, apalagi disiplin belajar mungkin akan lebih parah lagi, mengapa hal itu terjadi?, ingat kebanyakan siswa yang sekolah di swasta pinggiran adalah anak yang mengalami keterbatasan, baik keterbatasan finansial maupun keterbatasan fikiran, walaupun tidak sedikit pula yang memiliki kemampuan finansial dan disiplin, karena adanya siswa yang heterogen inilah seringkali membawa dampak negatif bagi sekolah yang bertekad untuk mengangkat citranya. Mengapa di sekolah swasta pinggiran siswanya banyak yang kurang disiplin?, salah satunya adalah karena kurang beraninya sekolah tersebut dalam bertindak tegas, kalau di sekolah negeri atau swasta unggulan penerapan aturan sangat dijunjung tinggi, artinya siapa yang bertindak tidak sesuai dengan aturan dan tata tertib sekolah, maka dia akan dipanggil, diberi peringatan, dan akhirnya dikeluarkan, kalau di swasta pinggiran hal itu masih menjadi tarik ulur yang begitu keras, mengapa..?, ya karena di sekolah swasta pinggiran siswanya tanpa melalui penyaringan, semua bisa masuk, bahkan kecendrungannya sekolah lebih membutuhkan murid, beda sekali dengan sekolah negeri dan Swasta bonafide dimana murid yang membutuhkan sekolah, sehingga murid tidak berani macam-macam kepada sekolah, kalau nanti mereka berani macam-macam tinggal dikeluarkan, kalau swasta pinggiran pertimbangannya akan sangat banyak mulai A sampai Z, bahkan kadang-kadang untuk menarik murid, sekolah swasta pinggiran harus mengumbar diskon besar-besaran, mulai dari Free uang gedung, beasiswa, gratis seragam dan sebagainya, hal-hal itulah yang kadang-kadang membuat beberapa murid menjadi “semakin Manja”, merasa sekolah sangat membutuhkan mereka, dan menganggap sekolah tidak akan berani untuk mengeluarkan mereka, sehingga murid akan semakin meremehkan kepada aturan sekolah, walaupun sebenarnya mereka akan menjadi “Virus” bagi yang lain.

Model pendidikan Simalakama ini cenderung akan merepotkan bagi sekolah swasta pinggiran, mau bertindak tegas sesuai aturan, tapi terkendala dengan kebutuhan jumlah murid, kalau tidak tegas, murid malah cenderung meremehkan, pihak sekolah akan semakin kesulitan dalam menggapai visinya. Terus siapa yang salah dalam hal ini, dan bagaimana langkah kita seharusnya?. Haruskah kita mencari akar masalahnya?, bukankan kita sebenarnya sudah Tahu permasalahannya, bahwa sekolah swasta pinggiran memang memiliki segudang permasalahan yang kompleks, dan tidak bisa hanya sekedar amputasi salah satu bagian tanpa adanya tindakan preventif dari awal, kalau kita nekat untuk menghilangkan penyakit yang sudah menjalar dan mengakar kemana-mana dengan tindakan penyembuhan secara instan, apa kira-kira tidak malah berbalik menjadi mempercepat kematiannya?, Benar-benar simalakama, mungkin Salah satu cara yang bisa diambil adalah dengan tetap memberikan terapi obat, tetapi juga dibarengi dengan Peningkatan daya tahan tubuh agar penyakit lain tidak gampang masuk, artinya tidak usah dipaksakan semua permasalahan bisa selesai dalam waktu sekejap, peningkatan mutu pasti harus dilakukan, tapi penurunan grade dalam penanganan mungkin bisa dilakukan dengan tanpa meninggalkan aturan formalnya. Kita tidak usah merubah aturan yang telah disepakati bersama, tapi pada praktiknya mungkin masih butuh kebijakan-kebijakan lain.

Untuk mengakhiri tulisan ini, alangkah indah dan berharganya Nasihat dari KH. Maimoen Zubair (Mbah Moen) Sarang Rembang tentang pendidikan; “Jadi guru itu tidak usah punya niat bikin pintar orang, nanti kamu akan marah-marah ketika melihat muridmu tidak pintar, yang penting niat menyampaikan ilmu dan mendidik yang baik, masalah muridmu kelak jadi pinter atau tidak, serahkan pada Allah, doakan saja terus-menerus agar muridnya mendapat hidayah”, dilain nasihat Mbah Moen juga mengatakan: “Yang paling hebat bagi seorang guru adalah mendidik, dan rekreasi yang paling indah adalah mengajar. Ketika melihat murid-murid yang menjengkelkan dan melelahkan, terkadang hati teruji kesabarannya, namun hadirkanlah gambaran bahwa diantara satu dari mereka kelak akan menarik tangan kita menuju Sorga”. Wallahu a’lam bishawab.

Share with your friends

Give us your opinion

Notification
Selamat Datang di Website Resmi MA Al Asyhar Sungonlegowo Bungah Gresik. Madrasah Hebat Bermartabat
Done